Rabu, 12 September 2012

Minyak di Laut: Antara Energi dan Pencemaran



Minyak menjadi pencemar laut nomor satu di dunia. Sebagian diakibatkan aktivitas pengeboran minyak dan industri. Separuh lebih disebabkan pelayaran serta kecelakaan kapal tanker.
Wilayah Indonesia sebagai jalur kapal internasional pun rawan pencemaran limbah minyak. Badan Dunia Group of Expert on Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP) mencatat sekitar 6,44 juta ton per tahun kandungan hidrokarbon dari minyak telah mencemari perairan laut dunia. Masing-masing berasal dari transportasi laut sebesar 4,63 juta ton, instalasi pengeboran lepas pantai 0,18 juta ton, dan sumber lain (industri dan pemukiman) sebesar 1,38 juta ton.Limbah minyak sangat berpengaruh terhadap kerusakan ekosistem laut, mulai dari terumbu karang, mangrove sampai dengan biota air, baik yang bersifat lethal (mematikan) maupun sublethal (menghambat pertumbuhan, reproduksi dan proses fisiologis lainnya). Hal ini karena adanya senyawa hidrokarbon yang terkandung dalam minyak bumi, yang memiliki komponen senyawa kompleks, seperti Benzena, Toluena, Ethilbenzena dan isomer Xylena (BTEX)Senyawa tersebut berpengaruh besar terhadap pencemaran.
Direktur Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Peradaban Maritim, Muhamad Karim mengatakan dampak dari pencemaran minyak laut paling dirasakan oleh nelayan. “Akibat tumpahan minyak, terumbu karang, ikan dan biota laut mati. Para nelayan yang menggantungkan hidup dari mencari ikan di laut tidak bisa meraih hasil tangkapan,” ujarnya.
Karim menjelaskan, minyak dan air laut tidak bisa menyatu. Karena berat masanya lebih ringan. Akibat ini pula minyak yang mengambang menutupi permukaan laut sehingga karang-karang sebagai tempat tinggal dan sumber makanan ikan mati.
”Seperti yang terjadi di Balikpapan. Akibat tumpahan minyak selama enam bulan nelayan di sana tidak bisa mencari ikan. Ini karena tumpahan minyak yang mereka kenal Lantung,” katanya.Menurut Karim, wilayah yang paling rentan dari pencemaran lingkungan akibat tumpahan minyak adalah di masyarakat pesisir. Sebab 70 persen pengeboran minyak ada di lepas pantai.
Selain itu, jalur laut yang biasa dilalui kapal-kapal tanker yang mengangkut berjuta-juta ton barel minyak, seperti di wilayah Selat Malaka dan Teluk Jakarta.
Pencemaran lingkungan yang harus bertanggung jawab adalah Kementerian Perhubungan, Kementerian Kelautan dan Kementerian Lingkuhan Hidup (KLH), Kementerian Perindustrian dan Perdagangan, DKP, TNI AL, Pertamina dan pemerintah daerah. Mereka menjadi ujung tombak dalam pencegahan dan penanggulangan polusi laut.
Banyak kasus-kasus seperti ini hanya menjadi catatan pemerintah tanpa penanggulangan tuntas. Contohnya adalah kasus pencemaran di Teluk Jakarta dan Kepulauan Seribu. Diketahui pencemaran ini sudah terjadi sejak 2003 dan dalam kurun waktu 2003-2004 tercatat berlangsung 6 kali kejadian. Namun sampai saat ini pemerintah belum mampu mengangkat kasus ini ke pengadilan untuk menghukum pelaku apalagi membayar ganti rugi kepada masyarakat sekitar. Ini menunjukkan lemahnya koordinasi antar instansi pemerintah dan kepolisian dalam menuntaskan kasus. Harus diakui Indonesia tertinggal dari negara-negara lain dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut.
“Sebagai contoh tumpahan minyak di Teluk Meksiko. Pemerintah Amerika Serikat dengan tegas meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bertanggung jawab, mereka pun patuh,” ujarnya.
Yang terjadi di Indonesia sebaliknya. Mereka tidak bisa menindak tegas bahkan menghitung kerugian, mulai dari jumlah ikan yang mati, kerugian nelayan dan kerugian meteril lainnya. “Kasus tumpahan minyak Cevron di Balikpapan misalnya, justru masyarakat yang pro aktif. Mereka yang melakukan pengawasan lingkungan laut. Karena mereka menggantungkan hidup di sana,” ujarnya.
Karim menegaskan, tumpahan minyak kian waktu menjadi kekhawatiran seluruh lapisan masyarakat atas ketersediaan lahan hidup bagi warga pesisir. Karena itu kegiatan monitoring dan kontrol menjadi sangat penting untuk mencegah dan menanggulangi bahaya pencemaran laut dari tumpahan minyak.
·         Awal Mula Pencemaran Minyak di Laut
Sejak peluncuran kapal pengangkut minyak pertama Gluckauf pada 1885, dan penggunaan pertama mesin diesel kapal (tiga tahun kemudian), penomena pencemaran laut oleh minyak muncul. Sebelum perang Dunia II sudah ada usaha-usaha untuk membuat peraturan mengenai pencegahan dan penanggulangan pencemaran laut. Namun, baru terpikirkan setelah terbentuk International Maritime Organization (IMO) dari Badan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) pada 1948.
Usaha membuat peraturan yang dapat dipatuhi semua pihak dalam organisasi tersebut masih ditentang banyak pihak. Baru pada 1954 atas prakarsa dan pengorganisasian yang dilakukan pemerintah Inggris (UK), lahirlah Oil Pollution Convention yang mencari cara untuk mencegah pembuangan campuran minyak dari pengoperasian kapal tanker dan dari kamar mesin.Selanjutnya disusul amandemen tahun 1962 dan 1969 untuk menyempurnakan kedua peraturan tersebut. Jadi sebelum tahun 1970 masalah Maritime Pollution baru pada tingkat prosedur operasi.
Pada 1967 terjadi pencemaran terbesar, ketika tanker Torrey Canyon yang kandas di pantai selatan Inggris menumpahkan 35 juta gallons crudel oil dan telah merubah pandangan masyarakat International di mana sejak saat itu mulai dipikirkan bersama pencegahan pencemaran secara serius.
Sebagai hasilnya adalah “ International Convention for the Prevention of Pollution from Ships pada 1973 yang kemudian disempurnakan TSPP (Tanker Safety and Pollution Prevention ) Protocol pada 1978 dan konvensi ini dikenal dengan nama MARPOL 1973/1978.
Konvensi ini berlaku secara International sejak 2 Oktober 1983. Isi dan teks dari MARPOL 73/78 sangat komplek dan sulit dipahami bila tanpa ada usaha mempelajari secara intensif. Implikasi langsung terhadap kepentingan lingkungan Maritim dari hasil pelaksanaannya memerlukan evaluasi berkelanjutan baik oleh pemerintah maupun pihak industri suatu negara.
Sebagai contoh Jepang, dalam hal pencegahan dan penanggulangan bencana tumpahan minyak di laut, antara birokrasi, LSM, institusi penelitian dan masyarakat telah terintegrasi dengan baik. Kasus kandasnya kapal tanker milik Rusia Nakhodka (13.157 ton bermuatan 19.000 kilo liter heavy oil) pada Januari 1997, sebagai bukti keberhasilan negara tersebut dalam penanggulangan tumpahan minyak. Mereka bekerja sama saling membantu dalam penanggulangan bencana ini. Hanya dalam waktu 50 hari seluruh tumpahan dapat diselesaikan.

PEMBERSIHAN TUMPAHAN MINYAK DI LAUT



Tumpahan minyak kelaut dari kapal tanker / kapal lainnya dapat dibagi dalam 4 kelompok yaitu sebagai berikut :
Pembuangan minyak yang timbul sebagai akibat dari Pengoperasian kapal selama menyelenggarakan pencucian tangki
Pembuangan air bilge ( got ) yang mengandung minyak,
Tumpahan yang berasal dari kecelakaan pelayaran antara lain kandas, tenggelam, tabrakan dan lain-lain,
Tumpahan minyak selama Loading, discharging atau bunkering

Tumpahan Minyak Kapal Tanker
Sebab terjadinya tumpahan minyak dari kapal yaitu kerusakan mekanis dan kesalahan manusia,
·         Kerusakan Mekanis
Kerusakan dari sistem peralatan kapal,
Kebocoran badan kapal,
Kerusakan katup-katup hisab atau katup pembuangan kelaut,
Kerusakan selang-selang muatan
·         Kesalahan Manusia
Kurang pengetahuan / pengalaman,
Kurang perhatian dari personil
Kurang ditaatinya ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan
Kurang pengawasan.
Kerusakan mekanis dapat diatasi dengan sistem pemeliharaan dan perawatan yang lebih baik serta pemeriksaan berkala oleh pemerintah / Biro Klasifikasi. Kesalahan manusia dapat diatasi dengan memberikan training kepada personil kapal untuk meningkatkan ketrampilan mereka sehingga dapat melaksanakan tugasnya dengan lebih efektif. Menerapkan sepenuhnya persyaratan perijasahan personil kapal.
·         Cara pembersihan tumpahan minyak
Pengalaman menunjukanbahwa pembersihan minyak tidak selalu sama, tergantung situasinya. Tumpahan minyakdalam daerah yang sempit dapat diisolir dengan mudah dibandingkan dengan daerah yang luas.
Ada beberapa cara dalam pembersihan tumpahan minyak :
·         Pembersihan tumpahan minyak Secara mekanik
Memakai boom atau barrier akan baik pada laut yang tidak berombak dan yang arusnya tidak kuat (maksimum 1 knot). Juga dipakai untuk tebal yang tidak melampaui tinggi boom. Posisi boom dibuat menyudut, minyak akan terkempul disudut dan kemudian dihisap dengan pompa. Umumnya pompa hanya mampu menghisap sampai pada ketebalan minyak sebesar ¼ inchi. Air yang terbawa dalam minyak akan terpisah kembali.
·         Pembersihan tumpahan minyak Secara Absorbents
Zat untuk meng-absorb minyak ditaburkan di atas tumpahan minyak dan kemudian zat tersebut diangkut yang berarti minyak akan turut terangkat bersamanya. Umumnya zat yang digunakan meng-absorb tersebut antara lain : lumut kering, ranting, potongan kayu, talk. Sekarang banyak juga zat pengabsorb dibuat dari bahan sintetis, yaiyu dari polyethelene, polystyrene, polypropylene dan polyrethane
·         Menenggelamkan tumpahan minyak
Seatu campuran 3.000 ton kalsium karbonat yang ditambah dengan 1 % sodium stearate pernah dicoba dan berhasil menegelamkan 20.000 ton minyak. Cara ini masih banyak dipertentangkan karena dianggap akan memindahkan masalah kerusakan oleh minyak kedasar laut yang relatif merusakan kehidupan. Tetapi untuk laut-laut dalam hal ini tidak memberikan efek yang berarti.
·         Pembersihan tumpahan minyak menggunakan Oil Discharge Monitoring ( ODM )
Oil Discharge dipakai untuk memonitor dan mengontrol pembuangan ballast di kapal tanker yang disesuaikan dengan peraturan / persyaratan.
Oil Discharge Monitoring (ODM) terdiri dari :
Oil content meter, meter supply pump dan homogenizer (Oilcon),
Flow rate indicating system,
Control section, recording device dan alarm (Central Control Unit : CCU),
Overboard discharge control
Ship’s LOG.
Siatem dan Fungsi Oil Discharge Monitoring (ODM) yaitu Ballast yang akan dibuang melalui overboard discharge akan diukur pada measurement cell dari oilcon. Hasil dari pengukuran ini akan dirubah ke signal listrik dan digunakan sebagai petunjuk pada control box yang terletak di cargo control room, kadar minyak dari contoh air ditunjukan pada control box.
Besarnya buangan ballast yang melalui overboard discharge akan dideteksi oleh odifice flow meter yang ditempatkan pada discharge line. Hasil catatan ini dirubah ke Pneumatic signal dan diteruskan ke P / E converter di cargo control room. Pencatatan kecepatan kapal didapatkan dari ship’s yang diteruskan ke CCU di cargo control room Dari CCU kemudian dihitung, hasil pencatatan di CCU kemudian dicatat jumlah minyak yang terbuang. CCU mengeluarkan tanda apabila kondisi sesuai dengan peraturan tanda di CCU berhenti dan membunyikan alarm apabila kondisi melampaui peraturan.
·         Membersihkan tumpahan minyak menggunanakan Oil Content Meter, Meter Supply dan Homogenizer ( OILCON )
Prinsip Dasar Oil Content Meter, Meter Supply dan Homogenizer ( OILCON ) Teknik pengukuran yang dipakai di oilcon adalah pada scattered light (pancaran sinar). Pancaran sinar/cahaya lewat melalui sebuah cell pencatat. Besarnya cahaya ( IS ) ditunjukan dengan sudut tergantung pada density dan jumlah minyak yang dibuang dan gelombang radiasi. Oleh karena itu konsentrasi minyak pada contoh air dapat diukur dengan mendeteksi kemampuan ID (direct light) dan IS (scattered light).
·         Oily Water Separator
Cara Kerja Oily Water Separator yaitu Limbah minyak yang didapat dari pompa sepanjang tank (bilge
feed pump) mengalir kedalam coarse separating chamber melalui oily water inlet pada primary coloumn dan berputar-putar perlahan dalam ruangan pemutar (Chamber tangentially). Sebagai hasilnya, banyak minyak mengalir ke Oil collecting chamber. Kemudian limbah minyak memasuki fine separating chamber melalui bagian tengah pada buffle plate dan mengalir disekitarnya ke water collecting pipe melalui celah-celah diantara pelat-pelat penangkap minyak (oil catch plate). Dalam proses ini minyak mengapung dan menempel pada kedua sisi dari masing-masing plate penangkap, minyak dan air sudah terpisah. Sesudah pemisahan ini, air melewati lubang kecil pada water collecting pipe (pipa pengumpul air) dan mengalir ke secondary separation coloumn (ruangan pemisah kedua) dengan cara melalui tempat keluar air (treated water outlet).

Pencemaran Laut “Mengancam Potensi Sumberdaya dan Lingkungan Maritim”




Pencemaran laut merupakan suatu peristiwa masuknya material pencemar seperti partikel kimia, limbah industri, limbah pertanian dan perumahan, ke dalam laut, yang bisa merusak lingkungan laut. Material berbahaya tersebut memiliki dampak yang bermacam-macam dalam perairan. Ada yang berdampak langsung, maupun tidak langsung.
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan. Salah satu penyebab pencemaran laut adalah kapal yang dapat mencemari sungai dan samudera dalam banyak cara. Misalnya melalui tumpahan minyak, air penyaring dan residu bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai dan lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan organisme perairan, dan air dari balast tank yang bisa mempengaruhi suhu air sehingga menganggu kenyamanan organisme yang hidup dalam air.
Bahan pencemar laut lainnya yang juga memberikan dampak yang negatif ke perairan adalah limbah plastik yang bahkan telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan terendap di lautan. Sejak akhir Perang Dunia II, diperkirakan 80 persen sampah plastik terakumulasi di laut sebagai sampah padat yang mengganggu eksositem laut.  Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton. Kondisi ini sangat berpengaruh buruk, dan sangat sulit terurai oleh bakteri. Sumber sampah plastik di laut juga berasal dari Jaring ikan yang sengaja dibuang atau tertinggal di dasar laut.
Limbah kimia yang bersifat toxic (racun) yang masuk ke perairan laut akan menimbulkan efek yang sangat berbahaya. Kelompok limbah kimia ini terbagi dua, pertama kelompok racun yang sifatnya cenderung masuk terus menerus seperti pestisida, furan, dioksin dan fenol. Terdapat pula logam berat, suatu unsur kimia metalik yang memiliki kepadatan yang relatif tinggi dan bersifat racun atau beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat yang sering mencemari  adalah air raksa, timah, nikel, arsenik dan kadmium.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jaring makanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut, seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia. Racun semacam itu dapat terakumulasi dalam jaringan berbagai jenis organisme laut yang dikenal dengan istilah bioakumulasi. Racun ini juga diketahui terakumulasi dalam  dasar perairan yang berlumpur. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan mutasi keturunan dari organisme yang tercemar serta penyakit dan kematian secara massal seperti yang terjadi pada kasus yang terjadi di Teluk Minamata.
Bahan kimia anorganik lain yang bisa berbahaya bagi ekosistem laut adalah nitrogen, dan fosfor. Sumber dari limbah ini umumnya berasal dari sisa pupuk pertanian yang terhanyut kedalam perairan, juga dari limbah rumah tangga berupa detergent yang banyak mengandung fosfor. Senyawa kimia ini dapat menyebabkan eutrofikasi, karena senyawa ini merupakan nutrien bagi tumbuhan air seperti alga dan phytoplankton. Tingginya konsentrasi bahan tersebut menyebabkan pertumbuhan tumbuhan air ini akan meningkat dan akan mendominasi perairan, sehingga menganggu organisme lain bahkan bisa mematikan.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi. Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut, dan cendrung menumpuk di muara. The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah secara signifikan (red tide) yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
Lautan biasanya menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Karena kadar karbon dioksida atmosfer meningkat, lautan menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka. Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara.
Hewan laut, seperti paus, cen­derung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat). Jelas sekarang bahwa sumber pencemaran sangat bervariasi. Tidak hanya dari hal-hal yang menurut kita hanya bisa dilakukan oleh industri besar, namun juga bisa disebabkan oleh aktiftas harian kita.

Pencemaran Laut Indonesia Memprihatinkan
Tingkat pencemaran lingkungan laut Indonesia masih tinggi, ditandai antar lain dengan terjadinya eutrofikasi atau meningkatnya jumlah nutrisi disebabkan oleh polutan. “Nutrisi yang berlebihan tersebut, umumnya berasal dari limbah industri, limbah domestik seperti deterjen, maupun aktivitas budidaya pertanian di daerah aliran sungai yang masuk ke laut,” kata Kepala Pusat Data dan Informasi Kementerian Kelautan dan Perikanan (Pusdatin KKP), Soen`an H. Poernomo.
Pencemaran di laut bisa pula ditandai dengan meningkatnya pertumbuhan fitoplankton atau algae yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk.  Kasus-kasus pencemaran di lingkungan laut, yang disebut red tide itu, antara lain terjadi di muara-muara sungai, seperti di Teluk Jakarta tahun 1992, 1994, 1997, 2004, 2005, 2006.
Di Ambon terjadi pada tahun 1994 dan 1997, di perairan Cirebon-Indramayu tahun 2006 dan 2007, Selat Bali dan muara sungai di perairan pantai Bali Timur tahun 1994, 1998, 2003, 2007, dan di Nusa Tenggara Timur tahun 1983, 1985, 1989.  Meski kerap terjadi, inventarisasi terjadinya red tide di Indonesia sampai saat ini masih belum terdata dengan baik, termasuk kerugian yang dialami. “Mungkin kurangnya pendataan red tide ini disebabkan oleh kejadiannya yang hanya dalam waktu singkat,” katanya. Karena itu untuk menanggulangi red tide sebagai bencana, beberapa lembaga Pemerintah dan institusi pendidikan telah melakukan penelitian meskipun masih dilakukan secara sporadis.
Secara umum, kerugian secara ekonomi akibat dari red tide ini, adalah tangkapan nelayan yang menurun drastis, gagal panen para petambak udang dan bandeng, serta berkurangnya wisatawan karena pantai menjadi kotor dan bau oleh bangkai ikan. Efek terjadinya red tide juga ditunjukkan penurunan kadar oksigen serta meningkatnya kadar toksin yang menyebabkan matinya biota laut, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme laut.
“Akibat lautan tertutup dengan algae pada saat berlimpah, maka matahari sulit untuk menempuh ke dasar laut dan pada akhirnya menyebabkan berkurangnya kadar oksigen dalam laut,” katanya. Selain itu, sebagian algae juga mengandung toksin atau racun yang dapat menyebabkan matinya ikan dan mengancam kesehatan manusia bahkan menyebabkan kematian apabila mengkonsumsi ikan yang mati tersebut. “Tanpa adanya limbah, sebagai fenomena alam sesungguhnya meningkatnya pertumbuhan algae ini sangat jarang terjadi,” katanya.
Sementara Slamet Daryoni dari Walhi Jakarta mengatakan bahwa pencemaran berat terutama di kawasan laut dekat muara sungai dan kota-kota besar. Selain karena polusi yang berasal dari limbah industri yang berlebihan, pencemaran  laut juga disebabkan oleh ekploitasi minyak dan gas bumi di lautan. Namun yang paling penting adalah akibat kebijakan dan perhatian pemerintah yang sangat kurang terhadap kelautan di Indonesia.
Selanjutnya Slamet Daryoni menjelaskan bahwa di sisi lain, tingkat pencemaran di beberapa kota termasuk di Jakarta sudah sangat memprihatinkan, sebagai contoh, adalah karena ada kaitan dengan kebijakan yang tidak berpihak kepada lingkungan. Di perairan Teluk Jakarta saja, kondisi cemar beratnya sudah mencapai 62 pesen. Padahal ini terjadi di Jakarta, pusat pemerintahan, pusat kebijakan. Terlebih lagi ketika pemerintah membuat kebijakan mengenai hal ini di tahun 2007. Lalu mengenai sungai, DKI Jakarta memiliki tiga sungai. Pencemaran dalam konteks cemar beratnya kini mencapai 94 persen.
Slamet Daryoni juga menjelaskan mengenai kegiatan ekplorasi gas dan minyak yang berdekatan dengan laut. Sisa pembuangannya dibuang di lautan. Misalnya kita lihat kembali kasus Minahasa yang mengakibatkan warga mengalami sakit yang luar biasa akibat arsen, mercuri dan zat kimia lainnya.

Mengenal Pencemaran Laut



Belakangan kita sering membaca kejadian pencemaran laut. Berbagai pihak mengeluhkan salah satu ancaman terhadap lingkungan ini. Beberapa menyalahkan industri besar yang kurang peduli, lainnya menyebutkan hanya kesalahan prosedur, lainnya beranggapan semua punya potensi untuk mencemari laut. Berikut lebih jauh dibahas tentang seluk beluk pencemaran laut.
Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.
Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar, yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder(menyaring air). Dengan cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan, semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic.
Sebagian besar sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun melalui tumpahan. Berikut beberapa sumber polutan yang masuk ke laut.
Buangan Kapal
Kapal dapat mencemari sungai dan samudera dalam banyak cara. Antara lain melalui tumpahan minyak, air penyaring dan residu bahan bakar. Polusi dari kapal dapat mencemari pelabuhan, sungai dan lautan. Kapal juga membuat polusi suara yang mengganggu kehidupan liar alam, dan air dari balast tank dapat menyebarkan ganggang/alga berbahaya dan spesies asing yang dapat mempengaruhi ekosistem lokal.
Salah satu kasus terburuk dari satu spesies invasif menyebabkan kerugian bagi suatu ekosistem, yang tampaknya tidak berbahaya salah satunya adalah ubur-ubur. Mnemiopsis leidyi, suatu spesies ubur-ubur yang tersebar, sehingga sekarang mendiami muara di banyak bagian dunia.
Pertama kali ditemukan pada tahun 1982, dan diduga telah dibawa ke Laut Hitam dalam air pemberat kapal. Populasi ubur-ubur melonjak secara eksponensial dan pada tahun 1988, hal tersebut mendatangkan malapetaka atas industri perikanan lokal.
Plastik
Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung dan terendap di lautan. 80% (Delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah plastik,  sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang Dunia II.  Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta metrik ton.
Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit, sesak napas, maupun termakan.
Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala  sangat membahayakan lumba-lumba, penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.
Racun
Selain plastik, ada masalah-masalah tertentu dengan racun yang tidak hancur dengan cepat di lingkungan laut. Terbagi dua, pertama kelompok racun yang suafatnya cenderung masuk terus menerus seperti pestisida, furan, dioksin dan fenol. Terdapat pula logam berat, suatu unsur kimia metalik yang memiliki kepadatan yang relatif tinggi dan bersifat racun atau beracun pada konsentrasi rendah. Contoh logam berat yang sering mencemari  adalah air raksa, timah, nikel, arsenik dan kadmium.
Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke dalam jaring makanan di laut. Dalam jaringmakanan, pestisida ini dapat menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh penyusun rantai makanan termasuk manusia.
Racun semacam itu dapat terakumulasi dalam jaringan berbagai jenis kehidupan air dalam proses yang disebut bioakumulasi. Racun ini juga diketahui terakumulasi dalam  dasar perairan, seperti muara dan teluk berlumpur. Bahan-bahan ini dapat menyebabkan mutasi keturunan dari organisme yang tercemar serta penyakit dan kematian secara massal seperti yang terjadi pada kasus yang terjadi di Teluk Minamata.
Eutrofikasi
Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi, biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya menganggu kestabilan populasi organisme lain.
Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi.  Nutrisi ini kemudian dibawa oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.
The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia (kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya adalah meningkatnya alga merah secara signifikan (red tide) yang membunuh ikan dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.
Peningkatan keasaman
Lautan biasanya menyerap karbon dioksida dari atmosfer. Karena kadar karbon dioksida atmosfer meningkat, lautan menjadi lebih asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka.
Polusi Kebisingan
Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara.
Hewan laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun 1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah meningkat sepuluh kali lipat).
Jelas sekarang bahwa sumber pencemaran sangat bervariasi. Tidak hanya dari hal-hal yang menurut kita hanya bisa dilakukan oleh industri besar, namun juga bisa disebabkan oleh aktiftas harian kita.


Senin, 14 November 2011

Nutrien dan Nitrogen

TUGAS
OSEANOGRAFI KIMIA
“Nutrien dan Nitrogen”
Selasa, 15 November 2011

Description: undip logo.jpg
Oleh :
MOHAMAD IQBAL PRIMANANDA
26020210110028
Oseanografi - A

PROGRAM STUDI OSEANOGRAFI
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2011
1.       NUTRIEN
Tumbuhan dan hewan yang hidup umumnya membutuhkan nutrien untuk  tumbuh dan berkembang. Organisme hidup memenuhi kebutuhannya akan nutrien dengan cara menyerap  unsur  hara  dari  tanah,  makan  dan  minum  atau  melalui  proses  absorbsi, dekomposisi dan difusi elemen yang dibutuhkan dari  lingkungan sekitarnya. Ada elemen atau  senyawa  yang mampu  diproduksi  dan  dihasilkan  oleh  tubuh  seperti  hormon,  zat tepung,  serbuk  sari  dan madu  pada  bunga.  Namun  adapula  elemen  yang  tidak  dapat dihasilkan oleh tubuh. Elemen  ini umumnya diperlukan dalam  jumlah sedikit oleh tubuh namun  sangat  penting  bagi  proses metabolisme,  fisiologi  dan  reaksi  biokimiawi  dalam tubuh. Kekurangan elemen  ini akan menyebabkan gangguan metabolisme dan penyakit akibat  defisiensi.  Elemen  ini  dikenal  sebagai  elemen  esensial.  Vitamin  dan  mineral umumnya termasuk dalam senyawa yang bersifat esensial.
Elemen  esensial  yang  ada  di  laut  umumnya  memiliki  konsentrasi  yang  rendah. Konsentrasi elemen esensial yang berlebihan di dalam air laut (akibat run off dari daratan dan  antropogenik)  dapat  memberikan  dampak  yang  merugikan  bagi  makhluk  hidup. Elemen  yang  tidak  dibutuhkan  oleh  tubuh  atau  jika  kekurangan  tidak  menimbulkan gangguan  pada  proses  metabolisme  dalam  tubuh  tergolong  elemen  non  esensial.
Millero  dan  Sohn  (1992)  menyatakan  bahwa  perairan  laut  memiliki  konsentrasi senyawa  organik  yang  sangat  rendah  dibandingkan  konsentrasi  senyawa  inorganik. Senyawa organik  terdiri dari kelompok hewan yang  telah hidup dan  telah mati. Serasah atau  detritus  hasil  degradasi  bahan  organik  dan  pengaruh  antropogenik.  Berdasarkan komposisi kimianya, bahan organik terdiri atas karbohidrat, protein, asam amino, lemak, hidrokarbon,  asam  karbosiklik,  humus,  dan  kerogen  serta  komponen-komponen mikro lainnya  seperti  steroid,  aldehid,  alkohol  dan  komponen  organo-sulfur.Riley dan Chester (1971), menyatakan bahwa unsur N, P dan Si adalah merupakan elemen esensial terpenting yang dibutuhkan oleh organisme laut. Ketiga elemen tersebut berperan penting dalam metabolisme, proses fisiologis dan reaksi biokimiawi dalam tubuh. Nitrogen penting untuk membangun jaringan tubuh. Sedangkan fosfor dan silica penting dalam pembentukan cangkang terutama bagi kelompok Diatom, Coccolithofor dan Pteropod.
Nutrien adalah semua unsur dan senyawa yang dibutuhkan tumbuh – tumbuhan melalui proses fotosintesis dan berada dalam material organik. Nutrient dapat dibagi menjadi 2 elemen, Elemen – elemen yang termasuk nutrien antara lain :
·         Makro nutrien : Dibutuhkan dalam jumlah yang besar. Contohnya : C, N, P, O, Si, Mg, K, Na
·         Mikro nutrien : Dibutuhkan hanya dalam jumlah yang sedikit. Contohnya : Fe, Cu, MN, V
Elemen makro esensial yaitu elemen yang dibutuhkan dalam jumlah yang banyak.
Elemen mikro esensial yaitu elemen yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit.
Secara garis besar, elemen dapat dibagi menjadi 2, yaitu : elemen organik dan inorganik. Miessler dan Tarr (2000) menyatakan bahwa elemen organik berkaitan dengan senyawa hidrokarbon dan derivatnya yang sebagian besar menjadi elemen utama yang menyusun makhluk hidup. Asam amino, protein dan lemak yang menyusun organisme hidup umumnya tersusun dari elemen organik (unsur atau senyawa yang terdiri dari  C , H dan O). Sedangkan elemen inorganik mencakup keseluruhan elemen yang terdapat dalam tabel periodik unsur termasuk Hidrogen dan Karbon itu sendiri.  Namun, menurut Manahan (2001), elemen, bahan atau materi organik adalah semua senyawa yang mengandung karbon termasuk substansi yang dihasilkan dari proses hidup (kayu, kapas, wol), minyak bumi, gas alam (metan), cairan pelarut/pembersih, fiber sintetik dan plastik. Sedangkan elemen atau bahan inorganik adalah semua substansi yang tidak mengandung Karbon seperti logam, batuan, garam, air, pasir dan beton. Elemen inorganik ada yang bersifat terlarut (dissolved) dan ada yang padat (solid atau insoluble).
Elemen dan Fungsinya
§  Senyawa fercedoxin yang terdiri dari Fe, berperan dalam proses asimilasi
§  Mn : kofaktor enzim yang berperan dalam proses fotosintesis
§  Si dan P : bahan untuk membuat cangkang dan rangka ekstenal.
§  N, MO, Cu : membentuk kofaktor
§  Menjadi produksi biologi (mengandung produkivias primer fitoplakton yang jadi dasar rantai makanan dalam ekosistem laut.
§  Karbon sanga dibutuhkan, namun tidak termasuk nutrient karena bukan factor pembatas. Hal ini karena C jumlahnya melimpah.

Sumber nutrien
a.       Allotochnous (eksternal)
§  Aktifitas gunung berapi / vulkanik
§  Aktifitas manusia
§  Atmosfer
b.      Autotochnous (internal )
§  Aktifitas gunung berapi bawah laut
§  Pergeseran kerak bumi
§  Aktifitas biologi
Karakteristik Utama Nutrien
Dalam mempelajari nutrient, perlu diketahui tentang :
§  Struktur dan karakteristik nutrient
§  Makanan apa yang merupakan sumber utamanya
§  Bagaimana nutrient tersebut diproses dalam saluran cerna, diserap, diangkut dan disimpan
§  Dalam bentuk apakah nutrient tersebut digunakan, apa yang menentukan penggunnanya, bagaimana dan dalam kondisi apa nutrient tersebut dimobilisasi, bagaimana kelebihan nutrient

Mekanisme transport elemen
§  Sungai
§  Udara
§  Pencairan es












2.       NITROGEN
Air adalah suatu zat pelarut yang bersifat sangat berdayaguna, yang mampu melarutkan zat-zat lain dalam jumlah yang lebih besar dari zat cairnya. Sifat ini dapat dilihat dari banyaknya unsur-unsur pokok yang terdapat di dalam air laut. Selain itu air laut juga mengandung sejumlah besar gas-gas udara yang terlarut.
Semua gas-gas yang ada di atmosfir dapat dijumpai di dalam air laut walaupun jumlah terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit jika dibandingkan dengan yang ada di atmosfir  konsentrasi nitrogen di atmosfir mencapai 780,90 cm3/liter udara sedangkan konsentrasi nitrogen di dalam air laut hanya mencapai 13 cm3/liter air laut. Namun demikian konsentrasi nitrogen masih lebih tinggi dibandingkan dengan gas-gas lainnya seperti oksigen, argon,neon, helium, dan gas xrypton. Tingginya konsentrasi gas nitrogen dibandingkan dengan gas-gas lain hal ini disebabkan selain faktor siklus alamiah yang berlangsung, nitrogen  juga memegang peranan kritis dalam daur organik untuk menghasilkan asam-asam amino yang membentuk protein.
Daur bahan organik atau disingkat daur organik di laut sama dengan daur organik di lingkungan air tawar dan di darat. Karbon (C) bersama-sama dengan unsur hara lainnya seperti posfor (P) dan nitrogen (N) melalui proses fotosintesis menghasilkan jaringan tumbuh-tumbuhan yang menjadi makanan hewan. Keduanya akan menghasilkan zat organik dan jika mereka mati dan membusuk maka akan dihasilkan bahan mentah untuk memulai daur bahan organik lagi (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Unsur hara nitrogen (N) tidak mempunyai hubungan tetap dengan unsurk hara posfor (P), tetapi bersama-sama dengan karbon (C), N dan P,merupakan unsur-unsur utama dalam produksi zat organik. Walaupun hara C terdapat dalam jumlah yang banyak, tetapi kedua unsur hara N dan P menjadi faktor pembatas dalam daur bahan organik di laut.
1.1              Senyawa dan Kandungan Nitrogen di Laut
Pengetahuan senyawa dan kandungan N di laut sangat penting untuk diketahui, hal ini mempunyai hubungan erat dengan kehidupan biota laut, dan berkaitan dengan nutrient untuk biota laut. Secara alamiah perkembangan konsentrasi dari nutrient sangat tergantungan dari hubungan antara kedalaman laut dan stok fitoplankton beserta aktivitasnya (Lonshurst,1988). Studi yang dilakukan di Guinea, Atlantic bagian timur menemukan adanya korelasi antara naiknya turunnya konsentrasi NO3- dengan kedalaman laut dan produksi fitoplankton (Herbland dan Voituriesa, 1979). Pada laut yang dalam Zn akan menjadi faktor pembuat masalah dalam hubungan antara kandungan oksigen dan klorofil, oleh karena itu sangat menentukan “batas kandungan nitrat” (nitracline) (Longhurst, 1988), mengingat kandungan N dalam air senentiasaa berbentuk ion nitrat dan ion ammonium (Rompas,1998).
Dalam hubungan inlah penting untuk menentukan konsentrasi nutrient terutama senyawa N-nitrat dan N-amonium pada permukaan laut di wilayah tropika dan subtropika (Longhurast, 1988). Hal ini disebabkan pada kedalaman air 0 – 200 m, sinar matahari masih menembus badan air dan akan terjadi aktivitas biologi yang sangat banyak (Rompos, 1998). Di laut ekuatorial kandungan N03- pada kedalaman 100 m mengandung konsentrasi 10 – 25 μgram atom 1-1 dan pada subtropikal berkisar antara 10 – 25 μgram atom 1-1
1.2              Distribusi Nitrogen
  Proses distribusi nitrat tergolong lebih kompleks jika dibandingkan dengan mikro elemen esensial yang lain seperti Fosfat dan Silikat. Awal distribusi terjadi saat senyawa nitrat  yang berasal dari daratan tiba di muara sungai dan kemudian masuk ke laut. Saat tumbuhan dan hewan mati, senyawa nitrogen akan mengalami regenerasi  dan terdistribusi ke seluruh kolom air. Nitrat kemudian diambil dari lapisan permukaan laut oleh fitoplankton melalui  absorbsi dan memasuki proses berikutnya, yaitu: fotositesis. Burung laut juga dapat menyebabkan hilangnya kandungan nitrogen dalam air dalam bentuk senyawa NaNO3 yang terdapat dalam guano. Deposit NaNO3 yang besar di padang pasir daerah Chile dapat saja terbentuk akibat fiksasi oleh bakteri ataupun aktifitas vulkanisme. Nitrogen juga dapat hilang ke atmosfir sebagai N2O.  Gas ini juga dapat bereaksi dengan ozon. Dengan demikian dapat didimpulkan bahwa siklus nitrogen sangat ditentukan oleh organisme biologis. Fiksasi Nitrogen (N2-NO3) dilakukan oleh bakteria nodular yang terdapat pada tumbuhan dari kelompok Leguminosae yang terdapat di darat. Bakteri air tawar, jamur dan khamir juga mampu melakukan fiksasi nitrogen. Demikian pula alga hijau-biru yang hidup di laut. 
1.3              Siklus Nitrogen di laut
Dari kajian-kajian tersebut di atas dapat dikaji bahwa nitrogen dalam air terjadi dalam berbagai bentuk senyawa. Nitrogen yang terbanyak dalam bentuk N-molekuler (N2) yang berlipat ganda jumlahnya daripada nitrit (NO2) atau nitrat (NO3), tetapi tidak dalam bentuk yang berguna bagi jasad hidup (Davis, 1986).
Nitrogen memegang peranan kritis dalam siklus organic dalam menghasilkan asam-asam amino yang membuat protein. Dalam siklus nitrogen, tumbuh-tumbuhan menyerap N-anorganik dalam salah satu gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini membuat protein yang kemudian dimakan hewan dan diubah menjadi protein hewan. Jaringan organic yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri, termasuk di dalamnya bakteri pengikat nitrogen yang mengikat nitrogen molekuler menjadi bentuk-bentuk gabungan (NO2, NO3, NH4) dan bakteri denitrifikasi yang melakukan hal sebaliknya. Nitrogen lepas ke udara dan diserap dari udara selama siklus berlangsung. Jumlah nitrogen yang tergabung dalam mineral dan mengendap di dasar laut tidak seberapa besar (Romimohtarto dan Juwana, 2001). Pola sebaran nitrogen di Samudera Atlantik, Pasifik dan Samudera India tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (Davis, 1986).
Sebaran menegak dari bentuk-bentuk gabungan nitrogen berbeda di laut. Nitrat terbanyak terdapat di lapisan permukaan, ammonium tersebar secara seragam, dan nitrit terpusat dekat termoklin. Interaksi-interkasi antara berbagai tingkat nitrogen organic dan bakteri sedemikian rupa sehingga pada saat nitrogen diubah menjadi berbagai senyawa anorganik, zat-zat ini sudah tenggelam di bawah termoklin. Hal ini menimbulkan masalah bagi penyediaan nitrogen karena termoklin merupakan penghalang bagi migrasi menegak unsur-unsur ini dan kenyataannya persediaan nitrogen akan menjadi faktor pembatas bagi produktivitas di laut.







Daur Nitrogen di Alam
Daur Nitrogen di Laut


Tumbuhan seperti ganggang atau alga memperoleh nitrogen dari dalam tanah berupa amonia (NH4), ion nitrit (N02- ), dan ion nitrat (N03- ). Selain itu, terdapat bakteri yang dapat mengikat nitrogen secara langsung, yakni Azotobacter sp. yang bersifat aerob dan Clostridium sp. yang bersifat anaerob, dan Anabaena sp. (ganggang biru) juga mampu menambat nitrogen. Nitrogen yang diikat dalam bentuk ammonia (NH4).
Amonia juga diperoleh dari hasil penguraian jaringan yang mati oleh bakteri. Amonia ini akan dinitrifikasi oleh bakteri nitrit, yaitu Nitrosomonas dan Nitrosococcus dan dirombak kembali oleh Nitrobacter sehingga menghasilkan nitrat yang akan diserap oleh akar tumbuhan. Selanjutnya oleh bakteri denitrifikan, (Thiobacillus denitrificans, Pseudomonas denitrificans) nitrat diubah menjadi amonia kembali, dan amonia diubah menjadi nitrogen yang dilepaskan ke udara. Dengan cara ini siklus nitrogen akan berulang dalam ekosistem.
Sederhananya, tumbuh-tumbuhan menyerap nitrogen anorganik dalam salah satu bentuk gabungan atau sebagai nitrogen molekuler. Tumbuh-tumbuhan ini membuat protein yang kemudian dimakan oleh hewan dan diubah menjadi protein hewani. Jaringan organic yang mati diurai oleh berbagai jenis bakteri pengikat nitrogen kemudian bakteri denitrifikasi melakukan hal sebaliknya. Nitrogen diepas ke udara dan kemudian diserap lagi untuk daur berikutnya.
Secara singkat daur nitrogen di dalam laut adalah :
Text Box: Ammonia juga dihasilkan dari urin hewan laut.Pengikatan nitrogen dari udara oleh bakteri menjadi amonia
 

Text Box: nitrat di serap oleh tumbuhan, sebagian di denitrifikasi.Nitrifikasi (oleh bakteri) : amonia à nitrit à nitrat

Denitrifikasi (oleh bakteri): nitrat à nitrogen



1.4              Peranan Nitrogen di Air Laut

Nitrogen merupakan unsur pembatas pertumbuhan dan memainkan peran penting dalam mengkontrol produktivitas biologis. Beberapa bahagian dari siklus biogeokimiawi nitrogen di laut turut berperan dalam rangkaian 'feedback' yang mengatur iklim, pembentukan sedimen biogenik, dan kadar beberapa bahan kimia dalam air laut.
Nitrogen dalam air laut umumnya terlarut dalam bentuk nitrat (NO3), nitrit (NO2) dan Amonia  (NH4).  Bentuk-bentuk  senyawa  dari  nitrogen  tersebut  diabsorbsi  oleh organisme  laut  untuk  memenuhi  kebutuhan  akan  nitrogen  sebagai  salah  satu komponen utama pembentukan asam amino yang menjadi cikal bakal terbentuknya protein.


PERTANYAAN :
1.        Dibawah ini termasuk sumber nutrient Autotochnous (internal), kecuali…
A.       Aktifitas gunung berapi bawah laut
B.       Pergeseran kerak bumi
C.       Aktifitas biologi
D.       Atmosfer
E.        A, B dan C Benar

Jawaban : D. Atmosfer
2.        Yang termasuk mikro nutrient adalah…
A.    N
B.     Mg
C.     Fe
D.    K
E.     Si

Jawaban : C. Fe



DAFTAR PUSTAKA


Anderson, G.C., T.R. Parsons, and K. Stephens. 1969. Nitrate Distribution inSubarctic Northeast Pasific Ocean Deep Sea. Res (16), 329-334 p.
Carpenter, E.J., and J.J. McCarthy. 1975. Nitrogen Fixation and Uptake of Combined Nitrogeneous Nutrient by Oscillatoria thiebautii in Western Sargasso Sea. Limnol Oceagogr (20), 389 – 401 p.
Darjamuni. 2003. “Siklus Ntirogen di Laut”

Eppley, R.W., Renger, E.H., and G.W. Harrison. 1979. Nitrat and Phytoplankton Production in Southern California Coastal Waters. Limnol Oceanogr (24), 483 – 494 p.
Miessler, G. L dan Donald A. Tarr. Inorganic Chemistry.  3rd Edition. Pearson Prentice-Hall. 706 + xiii halaman.
Millero, F. J. 2006. Chemical Oceanography. 3rd edition. CRC-Taylor and Francis. Boca Raton – London . 496 + xi halaman.
Riley, J. P dan R. Chester. 1971. Introduction to Marine Chemistry. Academic Press London and New York. 465 halaman + xiv.
Romimohtarto, K. 2009. Biologi Laut. Djambatan : Jakarta

Wibisono, M.S. 2005. Pengantar Ilmu Kelautan. Grasindo : Jakarta


http://www.ilmupedia.com/siklus biogeokimia diakses 14 November 2011 pukul 21:23

http://www.docstoc.com/docs/10627572/esensial-nutrien  diakses 14 November 2011 pukul 22:31